Rabu, 23 April 2014
AKU, DULU
Istana pasir karib memasung keluh
Pelepah-pelepah nyiur jadi kanvas setengah hitam
Terguris pena tak bertinta
Dan gemuruh dari tengah sana tak kunjung surut
Menghantam setiap dinding-dinding karang serupa batin
Mengoyak alam fikir!
Ketika tradisi terpangku besi
setengah pasir waktu mengabarkan,
buih-buih berubah menjadi riak mengejar harap di bibir pepantai kemerdekaan
angin baru mula membelai cita
jadikannya setangkup terang
dalam gulita rongga terpasalkan
: yang tua lalu
itu aku, dulu
saat sanggul dan sarung tersekat tabu
lalu 'ku gerai sebagiannya,
jadilah aku, sekarang
tak ada jari lentik yang "hanya"
sekarang adalah sama
duduk semeja dalam jamuan nafas kehidupan
: lupakan kegelapan terbitkan terang
(ketika beda terkadang indah, dan sama timbul petaka. tapi semua adalah realita)
DDH, 21 April 2014