Dawai Hati

Dawai Hati
Rindu kamboja pada setangkai bias jingga senja dakam alunan denting dawai hati

Rabu, 23 April 2014

ADA APA DENGAN MAYA


“Kamu sedang apa disini, May?”, Sandy terkejut melihat Maya berada di dalam gubug Mak Inah.

“Eh, San...”, Raut muka Maya seketika pasi dan keringatpun mengalir deras dari dahinya. Dia gugup, dan tidak bisa berkata apa-apa.

“Pergilah, anak muda. Tinggalkan tempat ini. Disini tidak terima tamu lelaki, pergilah sebelum saya mengusirmu dengan tidak hormat”, Perempuan tua itu membuka pintu dan mengisyaratkan supaya Sandy segera keluar.

“Tapi, May!!! Kamu harus pergi dari sini...atau jangan-jangan??”, Sandy masih belum mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Berbagai praduga terhadap Maya kian penuhi kepalanya. Sedang Maya seolah terhipnotis, dan hanya diam mematung dengan meremas tangannya sendiri seolah cemas yang teramat sangat, atau serupa tingkah seorang idiot?

“Cepat keluar sekarang jugaaa!!!!”, teriakan Mak Inah buat Sandy terperanjat.

“Aaaarrgghh, aku harus bagaimana ini? Meninggalkan Maya dalam keadaan seperti itu atau aku pergi saja sendiri, ataaauu...”

Tiba-tiba

“Ibuuuu...mamaa...”, Suara –suara anak kecil menggema penuhi ruangan gubug Mak Inah. Dan pada saat yang sama juga bermunculan satu persatu anak-anak kecil serupa balita yang tidak utuh anggota tubuhnya. Tanpa pakaian!!! Mereka berlumuran darah sekujur tubuhnya.

“Saaann!!!, ayo cepat keluar. Kita pergi dari sini, sebeluum...”, teriak Mario dari luar gubug yang tiba saja terhenti. Anak-anak itu mengejar mereka dan menahan Sandy.

“Woooyyy!!! Tungguin akuuuuu”, Sandy berusaha melepaskan diri dan mengejar Mario juga Rahayu.

***


“Gila bener, aku nggak pernah nyangka bisa lepas dari bocah-bocah penghisap darah itu”, gumam Sandy sambil melahap sandwich tape dengan lahapnya. “Lah, kamu ngapain aja di dalam situ? Aku sama Mario mencarimu keliling kampung, tau!”, setengah memukul kaki Sandy, Rahayu menggerutu.

“Maya, Yu?!, kenapa aku tinggalin dia ya. Haduuuuuhh, gimana nih”, tiba saja Sandy teringat Maya sambil menepuk kening yang penuh jerawat itu. Mereka pun seperti tersadar dari hipnotis, jika Maya tidak bersama mereka. Akhirnya mereka putuskan untuk kembali ke gubug tempat Maya dan Mak Inah berada.

“Tapi, aku masih penasaran dengan Maya. Kok bisa dia ada disitu dan memisahkan diri dari kita ya”, celoteh Mario kemudian.

“Apa dia?...” Sandy dan Rahayu pun berpandangan dan seolah memiliki kesamaan dalam pikiran mereka. Hari menjelang magrib, ketika mobil yang mereka naiki sampai di desa tempat Mak Inah dan Maya mereka tinggalkan kemarin.

Dan tiba-tiba... Seekor kucing hitam melompat dan membentur kaca depandepan mobil. Mereka spontan teriak berjamaah.

“Kucing sialan!!!, bikin aku jantungan aja”, teriak Sandy emosi sambil memegang dada tempat jantungnya yang hampir lepas itu.

“Eh, kata orang tua dulu kalau ada kucing hitam menggangu perjalan kita itu tandanya celaka tau”, kata Rahayu seketika jadi pasi raut mukanya.

“Ah, takhayul itu! Udahlah, kita positif thinking saja dan waspada tentunya. Dan sepertinya ini mobil kita tinggal saja disini, biar tak terdeteksi oleh Mak Inah”, jelas Mario kemudian. Sementara Rahayu masih terdiam memegang botol air mineral yang dia minum berulang-ulang, karena gelisahnya.

Tetapi...

“Haaaaiiii, kemana aja kalian? Tega banget kalian ninggalin aku sendiri di desa ini”, sapaan itu membuat ketiganya melompat dan hampir saja berlari. Maya, tiba-tiba muncul dari sebalik mobil dengan membawa seorang bayi. Raut wajahnya nampak ceria dan sangat berbeda dengan apa yang dilihat Sandy kemarin malam di gubug Mak Inah.

“Iiih, kalian kenapa? Seperti melihat hantu aja, melihat aku. Ini Ma ya”, katanya kemudian setelah melihat teman-temannya yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

 “Okey, May!sekarang beri kami penjelasan. Kemarin malam apa yang kamu lakukan di tempat Mak Inah? Terus itu yang kamu gendong itu anak siapa”, Mario berusaha menetralkan keadaan.

“Mak Inah siapa?aku nggak kenal. Dan kemarin malam itu aku kebelet pipis, jadi aku mencari MCK. Setelah itu aku cari kalian nggak ketemu juga, ya udah aku nginep di tempat temen yang kebetulan rumahnya nggak jauh dari sini.

Daaaaaan bayi ini...

” Belum sempat Maya meneruskan kata-katanya, tiba-tiba saja bayi itu melompat dari gendongan Maya. Dia melompat tepat ke dada Rahayu. Rahayu teriak sekencangnya, dan berusaha melepaskan diri dari bayi tersebut. Mario dan Sandy pun turut reflek membantu Rahayu menyingkirkan bayi yang serupa setan itu. Sementara Maya tertawa cekikikan menebar aroma mistis semakin mencekam.

“Kemari sayang, mendekat sama ibu nak”, panggil Maya kepada bayi yang tengah kuat mencengkeram dada Rahayu. Seketika bayi itupun melayang mendekat dan jatuh kedalam pelukan Maya kembali.

“May!!! Apa-apaan ini. Kamu bukan Maya teman kami...”, teriak Mario sambil memeluk Rahayu yang menggigil ketakutan. Sebagian tubuhnya tercabik dan berlumur darah, karena cengkeraman bayi Maya tadi.

“Wow!, romantis sekali kalian ya”, kata Maya sinis melihat Mario dan Rahayu yang berpelukan.

“Marioooooo! Kenapa kamu tidak pernah bisa menerima aku. Kenapa ?! bahkan aku lebih segalanya dari apa yang dia punya. Dan aku rela lakukan apa saja buat kamu jatuh ke pelukanku”, teriak Maya histeris dan membuat ketiga temannya bergidik melihat ulah Maya tersebut. Dia memakan bayi yang digendongnya itu. Dia makan utuh!!!

Hweeek!!!
Sandy tiba saja mual dan muntahkan isi perutnya melihat kejadian itu. Maya kemudian mendekat perlahan, namun....

“Sudahlah, May. Hentikan tujuan gila kamu itu”, Mak Inah tiba saja muncul dan menghalangi langkah Maya.

“Minggiiiiiiiirrrr!!!, jangan halangi aku untuk kedua kalinya. Aku ingin jantung perempuan itu”, teriak Maya sambil menunjuk kepada Rahayu yang masih menggigil dengan tatapan kosong. Sandy tiba saja memeluk Mario yang tengah melindungi Rahayu.

“Apaan sih kamu San! Sana ah, berat tau!” kata Mario kesal dengan ulah Sandi yang super penakut itu.
Sementara Maya masih berusaha keras melawan Mak Inah yang menghalanginya. Dan tiba saja dari segala penjuru bermunculan bayi-bayi yang masih berlumuran darah. Mereka menyerang Maya dan mengerumuninya, bahkan merekapun seperti kelaparan dan mengoyak tubuh Maya. Mak Inah duduk bersila dan komat kamit mulutnya membaca mantra. Dari tubuh Mak Inah keluar cahaya hijau yang meliputi tubuh Maya yang sedang dikerumuni bayi-bayi setan itu. Seketika satu persatu bayi itu berubah menjadi asap lalu menghilang. Maya mengerang kesakitan dengan nafas yang tersengal. Mak Inah menyelimuti tubuh Maya yang berlumuran darah dengan kain jarik yang menjadi selendangnya. Dan beberapa saat kemudian, Maya menghembuskan nafas terakhirnya dalam pelukan Mak Inah.

Keesokan harinya...

Rahayu bersama Sandy juga Mario menghadiri pemakaman Maya. Mereka masih belum percaya dengan kejadian semalam, yang jauh dari pemikiran mereka. Memang selama ini Maya menaruh hati pada Mario, tetapi Mario lebih memilih Rahayu yang sederhana dan pendiam. Berbeda dengan Maya yang overakting dan cerewet. Maya memang pribadi yang menyenangkan dan selalu ceria, meski dia agak temperamental. Dan Mario tidak menyangka bila Maya berani berbuat senekad itu. Mempelajari ajaran sesat hanya untuk mendapatkan dirinya. Dan Maya tidak mengetahui bila Mario bukanlah orang biasa saja tanpa penjaga. Mario seorang indigo yang terlindungi rajah dari orangtuanya yang notabene seorang paranormal handal di kotanya. Dan itu yang membuat segala usaha Maya tidak berdampak pada Mario, sehingga Rahayu lah yang menjadi sasaran Maya. Sungguh tragis, persahabatan yang berdarah karena cinta.

“Yu, ayo kita pulang”, ajak Mario setelah prosesi pemakaman Maya berakhir. Para pelayat pun sudah pulang, dan pemakaman menjadi sepi. Rahayu menitikkan airmata dan mengusap nisan sahabatnya itu. “Maafkan aku, May. Aku telah menjadi penyebab kamu seperti ini. Semoga Tuhan menrimamu dan kamu damai disisi-Nya yang abadi. Selamat jalan, sahabatku”, Rahayu tak dapat lagi membendung airmatanya. Namun tiba-tiba saja...muncul tangan-tangan dari dalam kuburan Maya dan menarik Mario juga Rahayu masuk kedalamnya. Mereka teriak tetapi suasana sangat sepi dan tak ada seorangpun disitu.

Byuuuuurrr...

 “woooyyy, banguuuuuuunnnn!! “, siraman air dan teriakan itu membuat ketiga orang itu terbangun dan melompat. Terlihat sandy dengan gayung ditangannya. Maya, Mario, dan Rahayu saling berpandangan dan menunjukkan jarinya ke masing-masing muka mereka.

“Sudah terang tuuuuh, jadi nggak meliput berita di Desa Mak Inah itu”, teriak Sandy yang kemudian diikuti nafas lega ketiga temannya itu. Sandy hanya bengong melihatnya.

“Ayo bangun!!”, ajak Sandy kembali.

“TIDAK MAUUUU DAN TIDAK AKAAAAAAAANNN”, jawab ketiganya bersamaan lalu berpelukan.


Selesai