Dawai Hati

Dawai Hati
Rindu kamboja pada setangkai bias jingga senja dakam alunan denting dawai hati

Selasa, 15 April 2014

INI TENTANG MALAM

kerucut asa semakin ciut di sudut-sudut paling malam
gelapnya tak mampu menyisir jejak tapakmu yang hilang di antara serbuan kelelawar lapar
tersungkur batu-batu paling hitam dan kejam dari tubir kegelapan malam
yang pada kelam aku sumpahkan nama paling sunyi di kejauhan lubuk terlimbung
: dalam hatiku

sepenggal rembulan menangisi malam yang kelam
bahkan lebih legam dari sebongkah jelaga yang menciptakan dirinya, kukuhkan rasanya untuk yang paling derita

disana ... gemintang tertunduk bimbang, tanyakan sinarnya yang semakin hilang temaram dalam lubuk malam yang cekam
pasi mengulas seraut hitam hingga separuhnya menjelang fajar.

adakah malam tanyakan kelahiran embun yang padanya bertahta semurni cita dalam bening Sang Kuasa?
atau hanya sekedar pelengkap dingin yang gigilnya menyamai embun tak berdosa?
aku bimbang, mengeja aksara malam yang bertebaran di langit-langit paling kelam

aku tidak buta! tapi aku juga buta
katakan saja, malam ...
rambutmu kusut terurai hingga menjuntai diantara dasaran paling curam
deritakah? atau sunyi kau rasa
sehingga angan sebatas angan
asa sebatas asa tak terbatas
lalu dimana letaknya kerinduan paling malam
yang turut jelaganya di tepian telaga matamu
mungkin aku rasa bosan, menemanimu dalam diam
di sudut malam yang paling kelam
sehingga buatku hilang dalam hitam

DDH, 11 April 2014